Bosen Tingkat Dewa

Bosen Tingkat Dewa
Pernah ngrasain bener-bener bosen sama apa yang sedang kamu lakukan?
Pernah ngrasain bener-bener gak mau nglakuin apa yang sedang kamu lakukan?
Pernah ngrasain udah gak bisa berjuang ngalahin rasa bosen yang lagi melanda?

Bahkan yang namanya IKHLAS gak juga muncul, yang ada hanya KETERPAKSAAN.
Bahkan KETERPAKSAAN pun gak bisa ngatasi juga, karna zona nyaman seakan punya gravitasi yang begitu besar.

Pernah ngrasain yang kayak gitu?

Aku sebut itu bosen tingkat dewa.

Dan itu sedang melandaku sekarang.

Rasa bersalah karna tidak bisa menjalankan amanah dengan baik itu ada. Tapi kalah sama bosen
Rasa pengen berjuang melawan itu ada. Tapi kalah sama bosen.
Semua akhirnya kalah sama bosen.

gue + elo = kita

gue + elo = kita
buat elo yang ada di suatu tempat..
buat elo yang udah bikin gue jadi aneh.
buat elo yang udah ultra baik + ultra perhatian sama gue.
buat elo yang nyebelin bin ababil.

kenapa gue harus peduli sama elo?
kenapa rasanya gak asik kalo gak ada lo?
kenapa jadi kepikiran sama elo?
kenapa jadi pengen ketemu elo?
kenapa pengen ada elo buat ngilangin bosen gue, bete gue, dan semua hal negatif yang sekarang lagi bersarang di diri gue?
kenapa harus elo?

gue kan gak ada apa-apa sama elo.
gue kan gak ngrasain apa-apa ke elo.
gue kan gak mempan elo gombalin.
gue kan punya anti-elo.
gue kan cuma temen elo.

kenapa gue jadi ketergantungan sama elo?
kenapa gue jadi takut sama rencana elo yang mau nembak dia?
kenapa gue jadi gak pengen elo jadi punya siapa-siapa?
kenapa gue jadi pengen elo free terus?

gue sama elo gak ada apa-apa.
ya. gue sama elo gak ada apa-apa.

gue sama elo udah punya garis batas yang bikin kita gak mempan satu sama lain.
gue sama elo punya garis batas yang justru bikin kita nyaman satu sama lain.

gue sama elo.. kita..
kita sama-sama berharap yang kayak gini gak akan berakhir.
kita sama-sama berharap antibodi yang kita punya bakal tetep ada sampe kapan pun dan gak ngrusak semuanya.

Antara Aku, Angkot, dan Mereka

Antara Aku, Angkot, dan Mereka
3 bocah SD yang mungil-mungil itu mengingatkanku pada  jaman-jaman SD dulu. Berdiri di depan sekolah, menanti angkutan kota lewat dan membawa kami pulang ke rumah. Mungkin aku dulu juga seperti mereka. :)

Aku benar-benar merasakan pulang sekolah dari kelas 1 SD sampe kuliah dengan angkot. Mulai dari free (karna waktu itu cuma Rp100,- sama pak sopirnya di gratisin) sampe harga Rp3.000,-. Aku pernah merasakan semuanya.

Kembali lagi ke 3 anak SD yang tadi. Ada yang lucu pas salah 1 dari genk cilik itu turun. Dia lupa bayar angkot. Hahahaha... Pas angkotnya udah mau jalan lagi, dia balik sambil lari-lari terus ngasi ongkos angkot ke pak sopir. Olala.. dia kecil sekali. Tingginya hanya tak sampai kaca mobil. Tapi aku salut sama dia yang mau balik lagi karna lupa bayar.

"Itu perlu sekali dik. Untuk menjaga citra dan martabat anak-anak SD."pikirku..

Eits, jangan bilang aku lebai ya. Bagaimana pun juga aku pernah merasakan suka duka naik angkot. Jadi gak salah kalo aku bilang kayak gitu. Karna beberapa sopir angkot males banget buat naikin anak sekolahan karna bayarnya gak full. Padahal, aset paling gedhe ya dari anak sekolahan.

GALAU

GALAU
Entah apa yang menggiring jari-jari dan pikiran ini untuk membicarakan satu kata yang mungkin sedikit tidak enak didengar tapi cukup booming di sekitar kita, 'GALAU'.

Galau.. galau..galau..
Sepertinya kalau gak galau gak gaul deh. Kadang galaunya juga sedikit gak jelas. Gini dikit galau, gitu dikit galau. Apa-apa galau. Saking banyaknya, sampai muncul artikel yang menyarankan untuk Stop Galau!

Ada galau, ada ababil. Bukan bermaksud untuk melenceng dari topik awal. Tapi aku rasa ini cukup berhubungan. Karna galau (menurutku) adalah salah satu ciri ababil. Semakin sering galau, semakin ... (cukup dijawab sendiri saja).

Tapi tapi tapi..
terkadang kita perlu juga lo sama yang namanya galau. Cukup disadari aja, ketika kita galau otak kita jadi kita pakai untuk mikir. Dari situlah sebuah proses berlangsung.  Dari ingin tau, keinginan untuk berubah, evaluasi diri, atau hal-hal remeh temeh yang lain.

Bersyukurlah karna kamu bisa galau. Karna dengan begitu kamu menyadari adanya masalah yang ada di dirimu atau sekitarmu. Setidaknya dengan begitu yang namanya 'peduli' juga muncul. Ya kan?

Kalau semua kegalauan yang kita alami bisa dimanage, kita bisa jadi orang yang lebih sip dari sekarang dari hasil bergalau ria tadi. Maksudnya dimanage itu... kita bisa bebas bergalau tapi jangan sampai sepanjang hayat dikandung badan kita habiskan untuk galau. Ada saatnya kita galau dan ada saatnya juga kita berhenti untuk galau dan mulai berpikir yang solutif. Penyelesaian dari kegalauan kita itu apa? Kebanyakan kita banyak galau, kita banyak tau ada masalah apa aja, tapi gak ngerti gimana nyeleseinnya. Rempong kan? Jadinya ya gitu, makin ababil. But, it's okay. Itu adalah proses. Gak semua bisa langsung bisa. Perlu pembiasan untuk menjadi bisa.

"Kerendahan Hati"

"Kerendahan Hati"

Puisi oleh Taufik Ismail


Kalau engkau tak mampu menjadi beringin

Yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

Yang tumbuh di tepi danau



Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang

Memperkuat tanggul pinggiran jalan



Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya

Jadilah saja jalan kecil,

Tetapi jalan setapak yang

Membawa orang ke mata air



Tidaklah semua menjadi kapten

Tentu harus ada awak kapalnya….

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi Rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu….

Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

Aku Jatuh Cinta

Aku Jatuh Cinta
Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta. Ya. Aku jatuh cinta lagi. Aku jatuh cinta dengan dunia ini. Menulis.

Berawal dari waktu senggang ketika liburan yang dihabiskan dengan iseng-iseng bloging. Dan akhirnya aku ketagihan.

Menulis..
Dari apa yang aku dengar, aku menulis..
Dari apa yang aku lihat, aku menulis..
Dari apa yang aku rasakan, aku menulis..
Dari apa yang aku baca, aku menulis..
Dari apa yang aku pikirkan, aku menulis..

Hampir setiap hari, seakan tak pernah bosan. Aku hanya membiarkan jari-jari ini menari di atas keybord. Menuntunku ke dalam sebuah tulisan yang terkadang aku  sendiri tak percaya bahwa itu adalah tulisanku.

"Apa Kabar Hati?" part 2

"Apa Kabar Hati?" part 2
Tok! Tok! Tok!
Hati berjalan mendekati jendela. Diintipnya dari balik gorden siapakah gerangan yang datang ke rumahnya. Lagi-lagi dia. Si Pengetuk Pintu yang sering datang dan pergi. Kali ini Hati diam. Tak berusaha untuk menjawab. Dan tak juga berusaha mendekati pintu. Hati sudah lelah dengannya yang datang dan pergi.
"Hati, apa kau ada di dalam?" tanyanya dari balik pintu.
Tak ada jawaban.
"Aku tau kau ada di rumah. Maaf, bila kedatanganku sering mengganggumu. Maaf, bila aku sering datang dan pergi. Kali ini.. kali ini.. bolehkah aku berkunjung ke rumahmu? Maksduku, maukah kau membukakanku pintu untukku?"
Hati masih tak bergeming. 
"Mungkin kau sedang istirahat di dalam, atau mungkin sedang sibuk. Aku akan menunggumu.."

Kali ini pengetuk pintu itu tidak pergi. Dia masih tetap di balik pintu, duduk dengan memeluk lututnya..

"Hati, apakah kau masih sibuk?" tanyanya.
"Hati, taukah kau cerita Adam dan Hawa? Ah, bodohnya aku. Tentu saja kau tau itu. Seperti yang kau tau, Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kamu tau kenapa Hawa diciptakan dari rusuk kiri? Karena bila diciptakan dari tulang ubun, terlalu berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja. Hawa juga tidak diciptakan dari tulang kaki, karena terlalu nista untuk diinjak dan diperbudak. Tetapi diciptakan dari rusuk kiri yang dekat hati untuk dicintai dan dekat tangan untuk dilindungi. Seperti kamu yang selalu ada di hatiku."
Hati tak menjawab. Dia hanya tersenyum mendengar kata-kata itu..

"Hati, aku tau. Kau pasti lelah untuk mendengarkan ketukan pintu dariku. Atau suaraku dari balik pintu ini. Mungkin karna itu pula kau tak menyahut. Ya, kan?"
"Hati, mungkin aku gila. Tapi aku bisa merasakan kehadiranmu di sini. Karena itu aku mau menunggumu sampai kau membukakan pintu untukku."

Pengetuk Pintu itu masih juga di sana. Di balik pintu. Menunggu Hati keluar. Kadang dia mencoba mengajak Hati bicara. Tapi seperti yang sebelumnya, Hati tak kunjung menjawab.

Waktu pun berlalu. Tak terasa siang pun berganti malam. Dan Pengetuk Pintu itu masih ada di sana.

"Hati, apakah kau marah denganku? Maafkan aku."

Malam semakin larut dan akhirnya.. pagi pun menjelang..
Hati berjalan mendekati jendela, dan mengitip dari balik jendela. Pengetuk Pintu itu masih ada di sana.

"Selamat pagi, Hati. Kau sudah bangun?" tanyanya.
"Biar saja, sebentar lagi dia pasti pergi,"batin Hati.
Seakan mendengar apa yang dibatin Hati saat itu, pengetu pintu itu berkata..
"Bila kau mengira hari ini aku akan pergi. Kau salah Hati."
Deg! Kali ini Hati bimbang. Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam otaknya. Haruskah dia membukakan pintu? Bila ya, bagaimana bila pintu itu terbuka ternyata dia tak ada di sana seperti sebelum-sebelumnya? Dia benar-benar dibuat galau olehnya. 

"Hati? Tidak jugakah kau mau membukakan pintu untukku?"

Kali ini...
"Untuk apa kau datang kemari?" tanya Hati untu yang pertama kalinya.
"Tentu saja untuk menemuimu."
"Kenapa kau tak kunjung pergi? Bukankah aku tak pernah  sekalipun menggubrismu kemarin.?"
"Karna aku yakin kau ada di rumah dan mau membalas pembicaraanku."
"Kenapa kau bisa seyakin itu?"
"Entahlah, aku hanya merasakannya saja. Dan aku benar bukan? Akhirnya kau mau menjawabku."
"Semestinya kau pergi saja," jawab Hati sambil membukakan pintu. Ya! Pintu itu akhirnya terbuka.

Pengetuk pintu itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum manis.
"Apa kabar, Hati?" tanyanya.
"Baik," jawab Hati sambil tersenyum pula.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pengetuk pintu itu masuk ke dalam rumah hati. Membawa sesuatu yang baru untuk Hati. 
***

"Hati, taukah kau? Mungkin alasan Tuhan membawaku ke sini karena aku harus menemui tulang rusukku yang hilang."

"Apa Kabar Hati?"

"Apa Kabar Hati?"
Namanya Hati. Dia tinggal dirumah hati, di suatu tempat yang jauh dilubuk hati yang paling dalam. Dia baik, tapi jangan sakiti dia karena dia akan berubah menjadi rubah berekor 9.

Ada suatu kisah dari hidupnya yang membuatnya menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Suatu kali datanglah seorang pangeran berkuda putih yang mampir ke gubuknya. Pangeran itu sunggu tampan, berwibawa, dan cukup cerdas. Pangeran itu sering mengajarinya banyak hal dari depan pintunya. Hingga akhirnya Hati mau membukakan pintu lebih lebar lagi untuknya. Agar dia bisa menerima ilmu lebih banyak lagi. Dan ssttt... untuk bisa menghabiskan waktu dengan pangeran.

Kedekatannya dengan pangeran itu tanpa Hati sadari, membuatnya memberikan sesuatu yang lebih pada pangeran itu. Lagi, lagi, dan lagi. Sayangnya, pangeran itu tak pernah menyadarinya. Atau pura-pura tak sadar dengan pemberian Hati itu. Sampai suatu kali pangeran itu berkata pada Hati.
"Aku akan pergi. Aku tak bisa menjanjikan kita akan bertemu lagi. Tapi bila waktu itu tiba dan jodoh mempertemukan kita. Mungkin kita akan bertemu lagi."

Entah apa yang ada dipikiran Hati saat itu, tapi dia begitu yakin bahwa pangeran itu tidak akan mungkin kembali. Dan yang lebih mencengangkan lagi.
"Aku tak berharap kau kembali dan aku yakin kau tak akan kembali. Karena itu aku tak akan membukakan pintu untukmu yang kedua kalinya."

Selepas kepergian pangeran itu..
Sehari,"everything it's okey."
Dua hari, "aku bisa melaluinya."
Seminggu,"kapan dia akan kembali?"
Sebulan,"aku bisa gila bila seperti ini terus."
Itulah yang Hati rasakan. Semakin lama dia semakin merasakan bahwa ada yang hilang dari rumahnya. Bukan karena Pangeran itu mencurinya. Tapi dengan ikhlas Hati berikan pada pangeran itu.

Dan setelah beberapa waktu berlalu, setelah kegalauan yang begitu dalam dia rasakan, dia berkata pada dirinya sendiri.
"Sudah waktunya aku bangkit, bukan untuk mengingat-ingat apa yang sudah aku berikan dan aku dapatkan dengannya dulu. Bukan pula untuk melihat sebongkah memori yang kami rajut dulu. Biarlah memori itu diam di sana. Di suatu sudut yang sulit aku jangkau lagi. Kini, aku akan menata diri, menanam lagi apa yang telah aku berikan pada pangeran dulu untuk seseorang yang lebih layak menerimanya."

Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu berlalu. Tak terasa sudah hampir setahun setelah kepergian pangeran itu. Dan sampailah pada suatu waktu..
Tok! Tok! Tok!
Ada orang di luar rumahnya yang sedang mengetuk pintu.
"Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.

Esoknya...
Tok! Tok! Tok!
Pintu itu kembali diketuk. Diintipnya dari balik jendela.
"Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.

Keesokan harinya..
Tok! Tok! Tok!
Pintu itu kembali diketuk. Diintipnya dari balik jendela lagi.
"Rupanya dia datang lagi. Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.

Hal yang sama berulang terus, terus, dan terus dalam satu minggu. Sampai akhirnya pada minggu berikutnya. Dia tak datang.
"Apa ku duga. Dia tak benar-benar ingin bertemu denganku."

Ternyata Hati salah, beberapa hari kemudian pengetuk pintu itu datang lagi. Dan kini, Hati berdiri dibalik pintu
"Siapa?" untuk yang pertama kalinya dia bertanya pada pengetuk pintu itu.
"Aku teman lamamu," jawabnya.
"Ada perlu apa kau datang kemari?"
"Aku ingin berkunjung ke rumahmu. Atau hanya ingin tau bagaimana kabarmu. Kau baik-baik saja, kah?" tanyanya dari balik pintu.
"Aku baik-baik saja. Maaf, aku tak bisa membukakanmu pintu. Aku sedang sibuk. Datanglah lain waktu."

Begitu seterusnya, tiap kali pengetuk pintu itu datang. Hati tak pernah membukakan pintunya. Dan selalu mencari-cari alasan. Tapi pengetuk pintu itu terus datang. Bukan lagi setiap hari. Tapi tiap minggu.

Tanpa Hati sadari, Hati mulai menantikannya..
Sayangnya, kali ini pengetuk pintu itu tak lagi muncul. Sampai akhirnya Hati..
"Kenapa aku harus menantinya? Sudahlah. Sepertinya dia hanya main-main saja."
Baru saja hati berpikir demkian. Keesokan harinya pengetuk pintu itu datang kembali. Kali ini, entah apa yang terjadi, Hati benar-benar kehilangan kendali dengan dirinya. Dan tanpa disadarinya, dia membukakan pintu! Ya, setelah sekian lama akhirnya pintu itu terbuka. Untuk Sang Pengetuk Pintu yang tak pernah lelah untuk datang, pikinya. Tapi waktu yang begitu lama baginya untuk membukakan pintu membuat pengetuk pintu itu pergi. Dan ketika pintu itu terbuka. Hati tak mendapatinya di depan pintu lagi. Ditutupnya kembali pintu itu.

Dan semua berulang terus menerus. Ketika Hati menantikannya, pengetuk pintu itu tak datang. Tapi ketika  berhenti lagi untuk menanti pengetuk pintu itu datang dan menggiringnya untuk membukakan pintu. Dan seperti yang sebelumnya. Dia tak ada di depan pintu ketika pintu itu terbuka.

"Apa kabar Hati? Aku datang lagi."
"Baik."
dan percakapan singkat itu pun terjadi. Bukan di dalam rumah. Bukan di luar rumah. Tapi di balik pintu. Kali ini, tanpa Hati sadari, keinginannya untuk membukakan pintu itu hilang.

Entah sampai kapan, Hati tak tau. Apakah pengetuk pintu itu akan datang lagi? Hati juga tak tau.
"Biarlah semua mengalir begitu saja.."

Darah Garuda

Darah Garuda

Darah Garuda sebagai lanjutan dari film Merah Putih yang film yang diproduksi oleh kolaborasi Media Desa Indonesia milik Hashim Djojohadikusumo dan rumah produksi film internasional Margate House milik Rob Allyn dan Jeremy Stewart. Latar cerita film ini diambil berdasarkan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947 saat terjadinya peristiwa Agresi Militer Belanda I ke jantung pemerintahan Republik Indonesia di Jawa Tengah. Cerita film ini berputar di sekawanan karakter fiktif yang menjalin persahabatan sebagai kadet dan selamat dari pembantaian oleh tentara Belanda. Mereka kemudian berperang sebagai tentara gerilya di pedalaman dengan diwarnai konflik karena perbedaan sifat, status sosial, etnis, budaya, dan agama.

Ada beberapa set cerita yang menarik, yaitu ketika Dayan ditawan oleh Major Van Gaartner. Berikut cuplikan dialog antara Major Van Gaartner (M) dengan Dayan (D).
M: "Dayan, dengar baik2, negeri Belanda itu bagus, sejuk, dan bersih. Tidak seperti tempat ini."
D:"Kenapa tidak pulang saja ke negaramu yang indah itu. Kami cinta semua yang ada di sini, kecuali kalian"
M:"Dayan, kamu pikir saya tidak mau pulang? Mau, sangat mau. Tapi masalahnya adalah kalian tidak akan bisa bertahan 1 minggu tanpa kami di sini. muslim, kristen, katolik, protestan, hindu, java, bali, batak, cina. kalian akan saling membunuh."
D:"Setelah kami membunuh kalian"

Menarik bukan? Seperti yang terjadi saat ini.

Film ini benar-benar bagus untuk ditonton. Untuk mengingatkan pada kita perjuangan para pahlawan. Untuk mengingatkan kita pada "persatuan" yang saat ini sering kali terkoyak.

A Leader Should be ...

A Leader Should be ...
Baru saja selesai membaca curahan hati dari Bapak Kahima. Dan tiba-tiba saya teringat dengan apa yang diucapkan Pak Mario Teguh dalam tayangan Mario Teguh - The Golden Ways.
"I'm your leader, come with me. And I'll make your future better."
Statemen terakhir yang beliau ucapkan sebelum comercial break.

Awalnya seorang audiense bertanya pada Mario Teguh,"Bagaimana kalau pemimpin kita selalu mengharapkan sesuatu yang terbaik?"

Seperti biasa dengan senyum yang mengembang dijawabnya pertanyaan itu.
"Ketika pemimpin Anda selalu meminta yang terbaik, jangan mengeluh. Karena dengan dia meminta yang terbaik maka dia menolak hasil yang bukan terbaik. Dengan itu, dia akan memperoleh sesuatu yang terbaik pula."

dan pembawa acara pun menyahut yang kurang lebih seperti ini, "bagaimana bila ternyata anak buah itu kurang berkompeten."

Masih dengan senyum mengambang, beliau jawab..
"Bila anak buah yang Anda miliki sangat amat berkompeten, kerjanya bagus, dia pasti akan meninggalkan Anda. Pemimpin yang hanya bisa mengeluh. Jadi berhentilah untuk mengeluh. Seorang pemimpin sudah tidak seharusnya galau dengan ketidaktegasannya dalam memimpin. Seorang pemimpin harusnya berdiri di depan anak buahnya. dan dengan percaya diri berkata: I'm your Leader. Come with me! And I'll make your future better."

Untuk Bapak Kahima yang lagi galau..
Saya rasa apa yang saya tulis ini bisa menjadi sedikit pencerahan dari apa yang seharusnya kita semua lakukan.
Sekian.



Yours sincerely,
Aprilely Ajeng Fitriana

Bila Al-Qur'an Bisa Menangis

Bila Al-Qur'an Bisa Menangis
X: kamu udah baca buku A?
Y: udah dooong..
X: kalo yang B?
Y: udah juga dooong..
X: Waaah... banyak ya yang udah dibaca. kamu suka baca ya?
Y: banget
X: kalo Al-Qur'an udah khatam juga?
Y: ..................................... (lebih milih diem karna jawabnya: Belum)

banyak banget buku yang udah di baca. Tapi petunjuk dari Tuhannya jarang sekali disentuh.
Hemmm.. hanya menghela napas.

Buku-buku baru datang dan pergi. Bisa dikatakan buku-buku itulah yang menjadi temannya ketika sepi. Tapi disisi lain. Ada satu buku yang jarang sekali disentuh. Bila buku-buku yang lain terlihat usang karna sering dibaca. Bila buku-buku lain tampak berserakan karna sering dibaca. Al-Qur'an tak sedikit pun berpindah dari  rak bukunya. 

Sedikit demi sedikit debu mulai menyelimutinya tubuhnya.

Bila Al-Qur'an itu bisa bicara, mungkin dia akan bertanya
"Kapan kau akan membacaku?"

Bila Al-Qur'an itu bisa bergerak, mungkin dia akan menyentuh tanganmu dan berkata
"Kapan kau akan membacaku?"

Bila Al-Qur'an itu bisa menangis, mungkin dia akan menangis di rak mungilmu..

Kamu bisa menghabiskan buku yang amat tebal dalam waktu beberapa hari saja. Tapi untuk menghabiskan satu buku yang berisi ayat Allah sampai sekarang pun tak sanggup. Butuh waktu berapa lama? Haruskah menunggu sampai ajal itu menjemput kau baru mau membacanya?

#merenung

2

Baru aja selese baca 2. Novel yang ditulis oleh Donny Dhirgantoro, penulis 5 cm.

LUAR BIASA!! Ini buku kedua setelah Harry Potter 4 yang bikin aku jumpalitan pas baca. Apalagi pas bagian pertandingan final Katulistiwa Terbuka. Wew, bener-bener kerasa banget ceritanya.



Buku ini bercerita tentang perjalanan hidup Gusni Annisa Puspita. Seperti novel Donny yang sebelumnya, 5 cm, buku ini juga menceritaka tentang sebuah mimpi. Tentang sebuah perjalanan untuk menggapai mimpi itu.Sebuah mimpi yang semakin lama semakin dipaksa untuk mengikisnya karena sebuah keterbatasan yang ia miliki. Tapi keberaniannya untuk memilih, keberaniannya untuk terus memperjuangkan mimpinya, dan keberaniannya untuk terus bertahan hidup itulah yang membuat semua benar-benar menakjubkan. Yang membedakan dengan novel sebelumnya, 2 lebih bisa memainkan emosi pembaca dari awal cerita. Dari kata-kata bijak yang terselih di dalamnya yang dirangkai dalam kisah anak manusia.

Jangan pernah sekali pun meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikit pun tidak pernah.

Satu kalimat yang banyak muncul di novel ini. Kalimat yang selalu mengingatkan untuk tidak sekalipun meremehkan kekuatan manusia. Itu berlaku tidak hanya ketika kita memandang orang lain, tapi juga pada diri kita sendiri.

Ada lagi. Tentang sebuah cinta yang ditunjukkan Gusni dan Harry. Tentang cinta yang ditunjukkan Mama-Papa Gusni. Tentang cinta yang ditunjukkan oleh keluarga kecil itu. Semuanya bener-bener dalem. 



Banyak kata-kata yang aku suka di sini, diantaranya..
"...seperti perempuan Indonesia kebanyakan. Tabah dan kuat, bukan pasrah, bukan pula lemah."

"Air bikin basah, api bikin panas, tapi kalo senyum bikin senyum lagi."

"Laki-laki sejati akan selalu ada untuk keluarganya, di saat semua kebahagiaan merekah atau layu, ia akan berdiri di depan memasang badannya untuk kebahagiaan dan kesedihan yang datang. Menjadi pedang dan perisai untuk keluarganya."

"Make up bagi seorang wanita bukan sekadar penghias wajah belaka. Saat kamu make up, semuanya harus dimulai dari hati, dan kamu bukan hanya memakai make up belaka tetapi kamu melukis."

"Aku adalah seorang wanita, aku adalah kekuatan, aku adalah kelembutan...aku adalah ibu dari cinta."

"Aku kuat dan berani, aku adalah seorang wanita, aku adalah sebuah keajaiban."

"Aku berani mencintai, dan aku mencintai dengan berani."

"Kita tidak akan pernah tahu kalau kita hanya diam dan tidak mengambil pilihan, kita harus coba, menang atau kalah tetapi dengan perjuangan itu lebih penting, dan lebih berharga."

"Tidak ada hidup yang sempurna, hanya seorang pengecut yang menginginkan hidupnya sempurna."

"Tidak ada cinta yang lebih besar di dunia ini selain mencintai sesuatu di saat-saat susah, di saat kelam datang menimpa."

"Manusia layaknya percaya ia hidup karenanya, ia ada untuk percaya bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang luar biasa untuk dirinya. Bahwa di balik keterbatasan dan ketidaksempurnaan hidup, setiap diri ini adalah kekuatan yang tidak pernah sedikitpun diremehkan oleh Sang Pencipta."

Sebenernya masih ada lagi, masih banyak malah. Beberapa lembar terakhir di novel ini bener-bener keren tapi gak bisa aku tuliskan di sini. Panjang seee... >.<

Kalo emang penasaran kayak gimana. Baca aja bukunya.

Pria itu ....

Pria itu ....
What do you think about men?
Di sini kita akan berbicara tentang "men" bukan "boy". Sebaiknya kita mulai membedakan hal ini.

Entah angin apa yang membawaku ingin membicarakan kaum adam. Mungkin karna baru saja nguyek-nguyek ayah.

Laki-laki..
Yang beginian ini sudah saaangat amat sering aku lihat di kampus. Lebih sering dari pada melihat sejenisku. Dengan berbagai sifat, karakter, kedewasaan, rupa (dari yang paling gak enak dilihat sampai yang bikin melting-melting tiap kali liat) dan sesuatu yang bisa dibilang "laki banget". Semuanya macem-macem.

Dari segala rupa macam jenis dari mereka ada beberapa hal yang sama dari mereka. Kalo udah ketemu mainan favorit, lupa segalanya. Harga diri kayak melayang jauuh gita. Kami lebih suka menyebutnya "hina". Ada lagi, walaupun udah kepala 2 masih juga tuh jorok. Nginep di kampus untuk beberapa hari gak pulang-pulang kayak gak punya rumah, yang sudah pasti bisa diragukan kebersihan badannya kayak gimana. Euw! Oke, mungkin tidak semua begitu.

Ada satu hal yang aku yakin seyakinnya jadi kelemahan mereka. Wanita.
Bukan hal yang salah. Ini sudah kodrat yang diberikan Yang Maha Kuasa kok.

Dari segala keunikan mereka, ada beberapa hal yang wah banget dan bikin ultra melting-melting kalo mereka bisa jadi kayak gini.

LEADER
Seorang lelaki itu sudah pasti akan menjadi pemimpin. Tidak hanya memimpin dirinya sendiri tapi juga sebuah keluarga yang nanti akan mereka jalani. So, alangkah baiknya ketika seorang laki-laki itu benar-benar bisa menjadi leader yang baik. Dibenakku, sosok paling simpel dari leader itu ibarat driver. Mereka harus bisa mengendalikan kemana mobil itu akan pergi dan bagaimana mobil itu melaju. Ketika suatu hal menimpa, driver itu juga bisa dengan tanggap untuk memutuskan mau di gimanain sih mobilnya ini biar penumpangnya semua selamat. Aku yakin banget, seyakin-yakinnya bahwa setiap orang bisa untuk menjadi pemimpin apalagi mereka. Karena itu sudah suatu ketetapan dan anugrah yang dikasih Allah untuk umat manusia. Tapi untuk menumbuhkannya, untuk menjadi sosok leader yang benar-benar leader, dalam artian mereka gak cuma bisa nyetir doang tapi juga sebagai dedicion maker. Mungkin kata cerdas bisa dipakai untuk membumbui sosok leader ini juga.
Jujur aja, aku paling gemes liat cowok yang buat ngambil keputusan untuk dirinya sendiri aja masih susah dan cenderung banyak galaunya.

Yang kedua, PELINDUNG
Seorang laki-laki nantinya akan menjadi suami dan ayah bagi istri dan anak-anak mereka. Akan sangat amat membahagiakan bila mereka benar-benar bisa menjadi pelindung untuk kami. Yang kayak gini ini mereka bakal keliatan kayak pangeran berkuda putih yang ada di negeri-negeri dongeng

Terakhir.. 
Ketika mereka bisa benar-benar mencintai kami dengan sepenuh hati mereka tanpa berharap bahwa kami akan membalas cinta mereka. Sebuah cinta yang benar-benar tulus ikhlas untuk kami.

Tentang Mahasiswa

"Kalian ini sudah mahasiswa!"
Sebuah teriakan yang biasa sekali didengar untuk kuping maba. Menjejalkan sebuah pemikiran baru, menjejalkan sebuah pemahaman baru bahwa sekarang kamu bukan siswa lagi.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa?
Singkat. Menjalankan peran-perannya sebagai mahasiswa.

Apa itu?
Mungkin kalian sudah tau dan sering dengar istilah ini saat orientasi mahasiswa baru dulu. Kalopun lupa akan saya ingatkan kembali.

IRON STOCK
Mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya.

SOCIAL CONTROL
Mahasiswa harus mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis, mahasiswa juga harus pintar dalam bersosialisasi dengan lingkungan.

AGENT OF CHANGE
mahasiswa dituntut untuk menjadi agen perubahan. Maksudnya, bila ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu salah, mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan sesungguhnya.

MORAL FORCE
mahasiswa diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar terjadi hal-hal yang tidak bermoral, maka mahasiswa dituntut untuk merubah dan meluruskan kembali sesuai dengan apa yang diharapkan.

Dalam satu sesi yang kami sebut dengan "pengaderan" salah seorang seniorku pernah menjelaskan contoh-contoh PFM dalam peristiwa Mei 1998. Dan seketika itu juga ingatanku kembali kepada masa di mana media penuh dengan berita kerusuhan di mana-mana. Pembakaran rumah, pertokoan, mall, kendaraan, dll.
Mahasiswa menuntut sebuah kata yang mudah sekali untuk diucapkan tapi banyak nyawa melayang karenanya, REFORMASI.
Itukah PFM yang dimaksud?



Satu sikap yang lebih sering menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di institusi pendidikannya, di wilayahnya, bahkan di negerinya.
Itukah PFM yang dimaksud?

Atau..
Melakukan demo besar-besaran yang akhirnya meresahkan masyarakat karena macet dan lain-lain.
Itukah PFM yang dimaksud?



Silahkan dijawab..

***

Dengan kondisi bangsa yang masih carut-marut ini, dengan trade record mahasiswa yang mungkin sudah dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Saya yakin bahwa mahasiswa, pemuda-pemudi generasi penerus bangsa, bisa untuk merubah negeri ini menjadi lebih baik. Selama kobaran semangat itu masih ada, selama lilin harapan itu belum padam, mimpi ini pasti akan terwujud. Amiin..

HIDUP MAHASISWA!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!!
MERDEKA!!

Hei Mahasiswa! Check this out!

Hei Mahasiswa! Check this out!
Sudah tahu surat untuk rektor/direktur yang baru?
Check this out, guys..

Ini bisa jadi semacam pelecut biar gak cuma bisa nulis status di Socnet atau ngeblog doang. Tapi juga bisa dan berkompeten untuk bisa (dan HARUS BISA!) nulis jurnla ilmiah. 

Untuk Indonesia yang lebih baik..  ˆˆ

10 Hari Lagi

10 Hari Lagi
Wew, gak kerasa liburnya udah tinggal 10 hari lagi. Cukup puas dengan liburan semester ini. :)

Memang beda dari liburan semester sebelum-sebelumnya yang lebih banyak aku habiskan di kampus. Liburan ini aku bener-bener gak pengen lama-lama di Surabaya dan lebih milih spend my holiday at my hometown, Malang. Mulai dari jalan-jalan, wisata kuliner, sampai hunting buku-buku keren. Puaaas..

Buat kamu, mungkin ini keliatan lebai banget. Cuma gitu aja kok puas. But not for me.

Kalo jadwal kuliah kamu sepadet yang aku alami. Kalo dari semester 2 sampe 4 kamu gak ngrasain libur puanjaaang gara-gara kegitan-kegiatan di kampus. Mungkin kamu juga bakal ngrasain yang sama kayak apa yang aku rasakan saat in.

Aku memang sengaja gak bantuin anak-anak di kampus, atau bolak-balik Malang Surabay buat remeh temeh lainnya. Liburan ini aku pingin 100% off. Walau akhirnya gak bisa kayak gitu juga karna beberapa masalah yang akhirnya bikin bolak-balik juga.

Why?
Karna aku yakin. Sangat amat yakin kalo ini adalah satu-satunya liburan semseter yang bisa aku nikmati dengan tenang sebelum menghadapi Tugas Akhir.Setelah ini mungkin liburanku aku pakai buat "bersenang-senang" dengan Tugas Akhir. Dan mumpung bisa magabut juga, akhirnya ya aku pakai aja.

Crotot-crotot

I don't know why, spertinya 2 bulan ini intensitasku nulis di blog makin menjadi-jadi. Apalagi setelah liat statistiknya..
Bukan hanya nulis, pencarian inspirasi pun turut mengikuti jejak langkahku 2 bulan ini. Mulai dari hal-hal yang aku excited sampai yang menohok hati akhirnya bisa jadi bahan tulisan juga. Dan semua terbayar dengan statistik yang terus-terusan naik.
Thank's to read my blog reader :)
hohohoho..

Kemaren, menurutku adalah hari yang paling tak terduga. Siang itu aku pengen banget posting sesuatu di blog. Tapi nyatanya, tak satu pun ide yang keluar dari otak yang membentuk kata-kata indah.. hanya "What are you doing? Nothing." That's it. Wew. Crotot banget kan. Dan ketika malam mulai tiba, ide-ide itu mulai muncul. Bahkan terus muncul. Sebenernya kalo aku gak memutuskan untuk mencukupkan dan berhenti sampai situ, mungkin bisa sampe subuh aku ngeblog terus. (Hhhh... tobaaat tobaat..)

So, What will you do today?
Hemmm... bepikir


Firstly..
I think enough buat bloggingnya.. And..


Semangaaaat \(●ˆˆ●)/

My Inspiration (2)


Namanya Sulistio Hariatin. Alumni D3 Teknik Elektro Industri PENS angkatan 2008.
Kekaguman itu berawal ketika aku masih berstatus maba. Ketika saya mulai menata arah, memantapkan diri, belajar "legowo" dengan semua yang sudah Allah atur untuk saya. Itu bukan kali pertama kami bertemu. Aku yakin, saat itu dia pasti menyorotiku karna statementku di depan maba 2009 saat hari terakhir IPMB.

Saat itu adalah hari pertama Pra EXTRA. Dia berdiri di depan kelas. Memimpin kami, lebih tepatnya mengkondisikan kami. Satu statementnya yang aku suka saat itu,"Ayo maju. Jangan takut. Saya saja yang perempuan bisa berdiri di depan kelas." Sipp.. Gue suka gaya lo. Sejak itu pula aku berpikir, "kalo Mbak Sulis aja bisa, kenapa aku enggak."

Tuhan mendengar..
Kami dihubungkan saat persiapan farewell party. Saat itu aku menjadi koordinator Sie Acara, dan kebetulan sekali Koordinator tahun lalu Mbak Sulis. Bukan hanya itu saja, SC OMB, OC TM.

Belakangan orang-orang menyebutku "kembaran"nya Sulis. Dalam beberapa hal memang ada kesamaan pada diri kami. Seperti sama-sama koleris, sama-sama takut kucing, sama-sama suka ngatur, sama-sama "sadis", dll. Tapi bukan berarti kami sama dalam segala hal. Kami tetap menjadi diri kami masing-masing.

SC OMB 2009, Menteri PSDM BEM PENS membuat namanya makin bersinar..
Tapi bukan itu yang mengagumkan. Bagiku bagaimana dia berpikir, bagaimana dia mengendalikan sekitarnya yang notabene adalah kaum adam itu yang jauh lebih mengagumkan.

Kekagumanku padanya yang membuatku sampai pada pencapaian-pencapaian yang telah aku capai sekarang.

Aku dan Mbak Sulis

Terima kasih telah menjadi semangatku selama 2 tahun pertamaku di kampus ini.. Terima kasih telah mengajarkan banyak hal padaku..

Bukan Sekedar Rupiah

Bukan Sekedar Rupiah

Duit 200 ribu buat apa?
 Hemm.. lumayan tuh buat jalan-jalan ke WBL, Jatim Park, atau keluar kota. Atau buat jalan-jalan ke mall, beli sepatu model paling yahuud, baju "diskonan" yang keren, aksesoris penghias tangan yang bisa bunyi tik-tok-tik-tok tiap detikanya. Atau buat wisata kuliner mulai dari pinggir jalan sampai resto keren yang berasa jadi orang kece pas makan di sana.
Ya. 200 ribu adalah jumlah yang cukup buat bersenang-senang. Setidaknya 1 item bisa kamu dapat dengan 200 ribu itu.

Tapi gak tau apa yang salah dengan otakku. Ketika dapat duit sejumlah itu, ujung-ujungnya bukan ke mall buat beli baju, sepatu, aksesoris, atau ke resto mahal, atau ke tempat-tempat wisata yang bisa bikin deg-deg syur, tapi ke toko buku. Mungkin sudah ada defaultnya kali ya..

Iya sih, gak semua dipakai buat beli buku. Buat beli kebutuhan-kebutuhan yang juga. Kayak kemaren pas lagi butuh modem, duit itu bisa dipakai (dengan tambahan duit dari bokap).

Terus gimana kalo setelah apa yang lagi dibutuhkan terpenuhi dan duitnya sisa?
Sudah pasti jawabnya ngacir ke toko buku buat beli buku.

For your information aja..
Bulan kemaren aku dapet duit 250 ribu dari persit yang aku pakai buat beli cool pad. Dengan berbagai tambah-kurang akhinya duit itu utuh. Dan bagaimana aku menghabiskannya dalam waktu 1 jam? Ke toko buku. Alhamdulillah buku yang lagi aku incer dari beberapa bulan yang lalu kebeli (buku Indonesia Mengajar. red). Niatnya memang cuma beli buku itu aja, terus sisanya ditabung ke bank buat simpenan kalo seandainya bulan depan gak dapet duit jajan lantaran liburan. Tapi niat itu akhirnya kandas pas aku liat buku Majapahit seharga 80 ribu (diskon 15%, sisanya hitung sendiri) di sebelah buku Indonesia Mengajar. Gak perlu waktu lama buat mikir-mikir, ambil-kembalikan seperti biasanya, buku itu aku beli.

Dan kejadian itu berulang untuk sore ini. Ambil 200 ribu di ATM. Rencananya mau ngilangin bosen dengan keluar rumah. Yaaah.. buat sekedar jalan-jalan ke mall, wisata kuliner, dan seperti biasanya beli buku.

Sore ini..
Burger buto spesial with teh botol sosro menemani kesendirianku di Kedai 27. (Ya. Aku jalan-jalan sendiri. Bukan gak punya teman. Tapi males aja nunggu-nunggu terus akhirnya gak jadi. Rencana gagal.) Dilanjutkan dengan 2, Kening, dan Mus'haf Al-Qur'an dan Terjemahan di togamas.

Menyesal?
Enggak. Sama sekali enggak.
Aku benar-benar bersyukur banget karna udah ketinggalan Conan Series sampai hampir 10 nomer. Kalo enggak sudah pasti first list-nya jadi Conan. Dan karna itu juga buku yang aku beli selalu punya nilai.

Satu-satunya hal yang bikin aku resah sekarang adalah misteri hilangnya buku Majapahit-ku yang seharga 80 ribu (80 ribuuuu.. bayangkan! dan hilang! :hammer). Aku masih ingat banget terakhir kali buku itu aku taruh di deket bantal sebelum aku balik ke Surabaya buat bimbingan. Dan pas aku pulang lagi, wuusss.. buku itu udah gak ada di tempatnya. "Mungkin dibaca ayah," pikirku. Ternyata tidak. "Mungkin dipinjem Lila, buat referensi," pikirku lagi. Ternyata tidak. "Mungkin jatuh," pikirku. Ternyata tidak. "Mungkin nyelip di salah satu rak buku di rumah,"pikirku. Ternyata tidak.
Kemungkinan terakhir yang sebenarnya aku sendiri juga gak yakin, buku itu ada di kost. Yang ini belum aku tanyakan ke teman kostku yang sekarang lagi merana di kost sendirian. Hhh.. semoga saja buku itu ada di sana.. ʃƪ ˇ)

Saya Belajar

Saya Belajar

Jika anak banyak dicela
Ia akan terbiasa menyalahkan
Jika anak banyak dimusuhi
Ia akan terbiasa menentang
Jika anak banyak dikasihani
Ia akan terbiasa meratapi nasibnya
Jika anak dikelilingi olok-olok
Ia akan terbiasa merasa bersalah
Jika anak serba dimengerti
Ia akan terbiasa menjadi penyabar
Jika anak banyak diberi dorongan
Ia akan terbiasa percaya diri
Jika anak banyak dipuji
Ia akan terbiasa menghargai
Jika anak tidak banyak disalahkan
Ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri
Jika anak mendapatkan pengakuan dari kiri kanannya
Ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya
Jika diperlakukan dengan jujur
Ia akan terbiasa melihat kebenaran
Jika anak ditimang tanpa berat sebelah
Ia akan terbiasa melihat keadilan
Jika anak mengenyam rasa aman
Ia akan terbiasa mengendalikan diri 
  dan mempercayai orang di sekitarnya
Jika anak dikerumuni keramahan
Ia akan terbiasa berpendirian

-Dorothy Low Nolthe

Bangunan itu Bernama Sekolah

Bangunan itu Bernama Sekolah

Dari sepenggal ingatan yang masih tersisa, lebih dari sepuluh tahun yang lalu bangunan itu ada di sana. Di salah satu desa bernama Banduroto, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Satu-satunya SD yang berdiri di sana (memang kondisinya seperti itu, masing-masing desa hanya memiliki 1 SD Negeri saja, dalam 1 kecamatan hanya ada 1 SMP dan SMA Negeri). Saat itu aku masih TK ketika menyadari ada bangunan tua berdiri di depan rumah nenekku.
"Itu apa Bu?" tanyaku saat itu.
"Itu SD," jawab Ibu.
"Kok gak ada muridnya? Lagi libur ya Bu?" tanyaku lagi.
"Ya."
Jawaban singkat dan aku percaya saat itu. Tapi sepanjang ingatan yang pernah aku ketahui. SD itu seperti tak pernah ada muridnya. Pikirku, mungkin libur. 

Pernah suatu waktu aku tidak masuk sekolah karna ada acara keluarga di rumah nenek. Saat itu jelas bukan hari libur. SD lain yang aku lewati di lain penuh dengan siswa siswi berseragam merah putih. Tapi kembali lagi. SD itu sunyi. Tak terdengar celoteh anak-anak yang sedang bermain. Tak terdengar suara guru yang sedang mengajar (Lokasi yang amat dekat dengan SD seharusnya memungkinkan mendengar semua aktifitas yang terjadi di sana). Mungkin liburnya beda, pikirku lagi.

Tahun demi tahun berlalu. Bangunan itu makin lama makin reyot. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya.. sunyi.

Beberapa tahun terakhir ini aku baru tahu kalau sudah lama sekali SD itu tidak memiliki siswa. Dulu, bukan tidak pernah ada siswa, ada tapi mereka pulang lebih awal. Bila dibandingkan dengan jadwal SDku dulu mungkin bagiku itu terlalu awal. Muridnya pun sedikit.
"Sampean saiki ngajar ndik ndi? - Kamu sekarang mengajar di mana?" tanya ibuku pada temannya.
"Laiki mulang ndik ngarepan iki - Mengajar di depan," jawabnya.
"Piye murid e? Okeh a? - bagaimana muridnya? Banyak?"
"Byuuuh.. aku iki lo sampe golek-golek murid lek sampean ngerti.- Aku ini sampe mencari-cari murid kalau kamu tahu."
"Yeh, mosok? Mosok ora onok blas? -Masa? Masa tidak ada sama sekali?"
"Yo onok. Saiki murid e wes onok .... (maaf saya lupa jumlah pastinya, seingat saya jumlah itu sangat amat sedikit, 20 siswa saja tidak ada). Tapi yo ngunu mbak, lak apene mulang ngunu leren golek murid e. Wes ngunu lak ajari ora pati ngreken. -Ya ada. Sekarang sudah ada xx. Tapi ya gitu mbak, kalo mau ngajar harus cari murid dulu."
"Ngunu iku yo kudu sabar. Lek gak ngunu yo arek-arek kene yo do ra sekolah terus. -Yang sabar saja. Kalo gak gitu anak-anak sini mungkin ya tidak sekolah terus."
"Iyo mbak, kene iki ancen bedo kok karo ndek kutho. Lak arek kutho ngunu sekolah kebutuhan. Lak kene yo ra. Angur ngarit timbang sekolah.- iya mbak, di sini memang beda dengan di kota. Kalo di kota gitu sekolah sudah jadi kebutuhan. Kalo di sini ya lain. Lebih baik mencari pakan ternak dari pada sekolah."

Itulah fakta yang terjadi di sudut kecil Malang Raya yang saat itu sudah punya titel "Kota Pelajar". Saat itu pendidikan sudah sangat berkembang. Masing-masing sekolah berlomba-lomba menghasilkan lulusan yang terbaik. Orang tua, guru, dan siswa semuanya saling membantu untuk meningkatkan kualitas sekolah. Semacam simbiosis mutualisme. Sekolah dapat nama. Orang tua dapat anak yang pintar. Siswa dapat fasilitas yang memadai. Sama-sama senang (walaupun sebenarnya perjuangan keras untukm melakukan siklus itu). Nyatanya tidak semua demikian. 

Bangunan tua itu adalah saksi bisu yang menjawab tentang masalah pendidikan di negeri ini. 

Alhamdulillah..
Perjuangan dari para guru untuk mencerdaskan anak-anak di desa itu tidak sia-sia. SD itu akhirnya mulai diperbaiki. Dan alhamdulillah, muridnya masih bertahan. Bahkan hari ini..
"Loh, sampean sekolah a, Le? - Loh, kamu sekolah, Nak?"
"Les, mbah. Ngantosi gurune niki mbah. - Menunggu gurunya ini mbah."

Setidaknya sekarang semangat untuk mencari ilmu itu sudah ada di dalam diri mereka. Dan semoga semangat itu terus ada. :)

Hitam Putih

Hitam Putih

Kemeja putih polos lengan panjang, celana/rok kain warna hitam, sepatu fantofel hitam polos. Dress code yang akan menemani setiap pergantian 'jabatan' sebagai mahasiswa. Saat pertama kali menginjakkan kaki di PENS sebagai mahasiswa baru, baju ini lah yang kita pakai. Saat menjadi panitia OMB pun demikian halnya. Dan kini setelah kita berada di tingkat atas, baju ini juga yang menemani perjuangan kita selanjutnya dalam sidang-sidang dari KP, TPPA, Progres 1 (untuk D4), dan (the final) sidang TA. Untuk beberapa anak (bisa jadi juga banyak anak) menambahkan baju ini untuk dress code-nya saat mengikuti pelatihan-pelatihan. See.. betapa banyak warna hitam putih yang mewarnai sejarah kita.

Bila dibandingkan dengan baju standart kuliah yang biasa kita pakai memang tidak sebanding banyaknya. Tapi kesan yang diambil dari hitam putih ini jauuuuh.. lebih meninggalkan bekas tersendiri. Saat maba, Orientasi Mahasiswa Baru (OMB), LKMM Pra TD. Setelah tingkat akhir, tiap 1 semester sekali, drescode ini akan menemani perjalanan sidang-sidang yang kita jalani. Ada yang bilang, masuk hitam putih, untuk lulus pun juga hitam putih.

Hari ini hitam putih itu kembali menemaniku dalam menjalani prosesi sidang KP. Teman-temanku banyak yang bilang kalau sidang KP itu santai sekali, bahkan singkat. Tapi itu semua tidak berlaku untuk kami. Senyum penguji benar-benar manis. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan cukup menyayat. Dan kami harus memutar otak untuk mengingat semua ingatan yang jujur saja mulai hilang karna grogi dan lain sebagainya.

Bila kami bisa menggambarkannya bagaimana prosesi sidang itu, kemudian memberikan warna-warna di dalamnya. Akan nampak di sana warna yang semula seperti pelangi, lama kelaman hilang. Dan yang tersisa hanya HITAM PUTIH.

Ya..
sehitam-putih baju yang kami kenakan
sehitam-putih pertanyaan yang diajukan
sehitam-putih perasaan ketika sidang berlangsung
sehitam-putih rambut pembimbing dan penguji kami (hehhehehe..)

Tapi semuanya sudah berakhir. Hitam putih itu kembali berwarna dengan satu sentuhan senyum manis yang ditorehkan setelah sidang berlangsung. :)

Sepenggal Ingatan

Sepenggal Ingatan

Teringat apa yang terjadi 3 tahun yang lalu. Ketika aku masih duduk di bangku SMA. Mencari kampus terbaik. Searching sana sini. Konsultasi dengan orang tua. Mereka hanya bilang..
"Ya. Terserah Mbak Lelly. Mbak Lelly suka yang mana. Ibu sama ayah gak tau. Yang berjuang kan Mbak Lelly."
Dan setahun kemudian, ketika aku sudah masuk di PENS. Aku baru tahu bahwa selama ini kata-kata itu hanya pemanis saja. Sebenarnya mereka tidak memberi luang yang benar-benar bebas. Mereka memberi kesempatan padaku untuk mencoba. Tapi untuk restu? Nanti dulu. Jarak yang jauh selalu menjadi batasan. Sempat memang terucap dari bibir ibuku.
"Ngekos itu gak enak. Sebenernya kalo bisa se kamu cari kampus yang di Malang aja. Biar gak usah kost."
Dari sana sudah cukup jelas, kan?

Sebuah tekad yang amat bulat. Sebuah keinginan yang amat kuat mendorongku untuk bisa keluar dari kampung halamanku, Malang. Alasannya simpel, supaya jauh dari orang tua dan aku bisa merasakan hidup merantau di kota orang.

Perjuangan yang keras. Dan jujur saja, putus asa itu hampir menampakkan wujudnya. Saat aku benar-benar pasrah. Akhirnya panggilan itu datang. Dan Alhamdulillah aku diterima di PENS-ITS (dulu masih ada embel-embel ITSnya).

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan aku lalui..
Tak terasa sudah 2,5 tahun aku di Surabaya. Syukur itu selalu ada. Bukan hanya karna keinginan abal-abal yang dulu aku kejar terjadi. Tapi juga karna banyak pembelajaran yang selalu dapat aku ambil dari setiap jejak aku melangkah. Di sini aku belajar untuk hidup. Di sini aku belajar untuk bisa survive. Di sini aku belajar untuk menjadi lebih dewasa. Di sini aku belajar untuk bisa mensyukuri tiap anugrah yang Tuhan berikan. Di sini aku belajar apa itu 'keluarga'. Di sini aku mulai merajut mimpi kembali yang dulu telah terburai.

Penggodokan yang telah aku jalani di kota ini membuat orang tuaku percaya. Dan tidak hanya itu saja. Dukungan penuh, bahkan lebih mirip perintah, agar adikku yang sekarang duduk di bangku 3 SMA mengikuti jejakku. Merantau ke luar kota.

Sedikit iri terbesit dalam benakku. Kenapa dulu aku tidak demikian? Dulu kami sama-sama bermuka dua, aku menuruti kata mereka walau sebenarnya aku tak begitu tertarik, begitu pula dengan mereka yang mengiyakan mauku dengan restu yang setengah-setengah.

Aku adalah anak pertama. Selalu jadi yang terdepan. Selalu menjadi contoh. (ini yang paling tidak enak) Selalu jadi bahan percobaan.
Kini setelah percobaan berulang pada kelinci percobaan ini, kami masing-masing sama-sama sadar. Bahwa untuk menempuh keberhasilan itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Niat yang kuat dari pelaku
2. Restu dari orang tua (jangan harap bisa lancar bila restu itu mulai goyah. Aku sudah banyak melihat dan merasakannya)
3. Usaha semaksimal mungkin
4. Do'a pada Sang Maha Pengatur
5. Ikhlas  

***

Apakah kamu juga merasakan hal yang sama? Apakah orang tuamu mengiyakan semuanya?
Hanya saran, sebaiknya konfirmasikan dengan baik apakah orang tuamu benar-benar ridho dengan keinginanmu? Ingat, kalo orang tua gak ridho, Allah juga gak ridho lo.

Manusia Auksin

Manusia Auksin
Ini adalah salah satu tulisan dari salah satu Pengajar Muda yang ada di buku Indonesia Mengajar. Dalam tulisan yang dia buat, dia bercerita tentang percobaan menanam kacang hijau yang dilakukan bersama murid-murid kecilnya. Masih ingat dengan percobaan ini kan? Percobaan yang dimaksud untuk menguji ditempat seperti apa kacang hijau bisa tumbuh. Dari percobaan itu kita tau kalo kacang hijau bisa tumbuh dengan subur bila disirami dan diletakkan ditempat yang terkena sinar matahari. Bila diletakkan ditempat yang gelap atau sedikit cahaya, tanaman itu akan tumbuh memanjang ke arah datangnya cahaya (setelah SMP SMA akhirnya kita tau gerakan itu dinamakan fototropi).

Hormon auksin namanya. Suatu hormon yg membantu tanaman agar bisa tumbuh.

Ternyata, dari percobaan menanam kacang panjang yang sangat amat sederhana itu, ada filosofi yang bisa ditarik. Filosofi yang bisa diambil dr auksin itu: JADILAH MANUSIA AUKSIN. Mengapa?

Pengajar Muda ini menjelaskan, bahwa kita harus tumbuh subur di bawah sinar matahari yg merupakan perumpamaan dr sebuah kondisi yg mudah & menyenangkan. Tapi, tidak slamanya kita akan menemukan matahari dalam kehidupan kita. Kadang ada kondisi dimana smuany gelap, seperti tak ada harapan. Karna itu, kita harus jadi manusia auksin. Dalam terang kita tumbuh subur, & dalam gelap kita menjadi lebih tinggi, lebih dwasa. Layaknya auksin yg membimbing tumbuhan untuk menuju arah datangny cahaya. Tak adanya harapan harus dapat membuat kita berusaha lebih keras untk menemukan harapan tersebut, menciptakan jalan kita sendiri. Dengan dmikian, kita akan tetap dapat tumbuh lebih tinggi & subur, entah ada atau tidak ada matahari dalam hidup kita.


Semester Baru: Semangat Baru, Harapan Baru

Jadwal kuliah semester 6 sudah keluar. Dan taraaaa...


Ada harapan nilai bagus buat semester depan. Bismillah.. :)
Semoga kesalahan yang kemaren tidak terulang lagi. Kuncinya sudah tau, tinggal mau pake kuncinya atau gak. 

Oya, aku udah mengikhlaskan semua yang akan tertulis di Indeks Prestasi semester 5 ini.

Suatu Pagi di Awal Februari

Suatu Pagi di Awal Februari

Pagi yang indah..
Bila biasanya setiap pagi kalian hanya menatap kamar yang lengang yang pengap..
Bila biasanya setiap pagi kalian hanya bisa menatap mentari yang mulai menyinari bumi..
Bila biasanya setiap pagi kalian hanya bisa menghirup udara pagi yang menyegarkan..

Pagi ini, di awal bulan Februari..
Bagiku sungguh berbeda.

Pagi yang indah. Pagi yang menyejukkan, dengan mentari yang perlahan mulai menyinari bumi, dengan sejuknya udara pagi, dengan tanah yang masih basah sisa hujan tadi malam, dengan burung-burung yang terbang amat rendah. Semua tampak memesona.

Aku tertarik dengan gerakan lincah burung-burung pagi ini. Biasanya mereka terbang tinggi, bahkan mereka hampir tak pernah terlihat sedekat itu. Tapi kali ini mereka terbang begitu rendah, yang akhirnya aku tau kenapa mereka terbang serendah itu. Karna mencari laron. Hahahha..
Ada untungnya juga mereka terbang seperti itu. Laronnya tidak sempat migrasi terlalu banyak, karna begitu ada larob langsung dilahap oleh burung-burung itu.