Brave

Brave
Ini adalah salah satu film favoritku. Mau ditonton berkali-kali juga gak bosen-bosen. Mungkin karna film ini "gue banget" kali yaa. Ya sih, aku gak terlibat perjodohan antar kerajaan kayak Princess Merida. Tapi dari karakternya miriip banget. Kondisi antara Merida sama ibunya ini juga rasa-rasanya mirip, sama-sama keras kepala dan gak mau denger satu sama lain. Oops, nyerocos terus nih. Buat yang belum pernah nonton mungkin sinopsis ini bisa membantu.

Seorang putri muda bernama Merida dari klan Dunbroch diberikan busur oleh ayahnya, Raja Fergus, untuk ulang tahunnya, kecewa ibunya Ratu Elinor. Sementara berlatih, Merida usaha ke hutan untuk mengambil sebuah panah nyasar, di mana dia bertemu dengan will-o'-the-wisp. Segera setelah itu, Mor'du, raksasa setan-beruang, menyerang keluarga. Merida dan Elinor pergi menyelamatkan diri, sementara Fergus bertempur melawan beruang. Kemenangan Fergus melawan beruang itu membuatnya menjadi Legenda.

Sekarang Merida tumbuh menjadi seorang gadis berjiwa bebas dan keras kepala dengan 3 saudara kembar identik. Suatu siang, Merida diberitahu bahwa dia akan bertunangan dengan salah satu klan sekutu ayahnya. Merida pun menolak perjodohan itu. Tapi penolakan itu diabaikan oleh ibunya, Elinor. Elinor beranggapan bahwa kegagalan pertunangan itu akan sangat berbahaya bagi Kerajaan Dunbroch.

Klan-klan rival pun datang dengan anak sulung mereka untuk bersaing di Highland Games untuk memenangkan Merida. Tapi Merida, memutar aturan, ia mengumumkan bahwa dia memenuhi syarat sebagai anak sulung dari Clan Dunbroch dan akan mengalahkan masing-masing pelamar dalam kontes memanah tersebut. Tindakannya ini membuat Elinor sangat marah. Menurut Elinor, Merida telah mempermalukan klan lainnya. Merida yang sangat amat tidak puas dengan ibunya pergi ke hutan. Di hutan, Merida bertemu lagi dengan wisp yang menuntunnya ke pondok dari penyihir tua yang menyamar sebagai pemahat kayu. Setelah beberapa tawar-menawar, penyihir setuju untuk memberikan Merida kue terpesona untuk mengubah pikiran ibunya.

Merida pun kembali ke istana untuk memberikan kue ke Elinor. Tanpa Merida sangka, ternyata kue itu telah mengubah ibunya menjadi seekor beruang hitam. Menyadari kesalahan besarnya, Merida pun membawa Elinor keluar istana untuk mencari penyihir tua itu lagi. Sayangnya, penyihir itu sudah tak ada lagi di tempat. Dia hanya memberikan bebarapa klu untuk dapat mematahkan mantra yang ada.

Di tengah keputus-asaannya, lagi-lagi Merida bertemu dengan wisp. Kali ini wisp itu menuntunnya ke reruntuhan Kerajaan. Di sana lah dia bertemu kembali dengan Mordu. Pertemuan Merida dengan Mordu membuat Merida mengerti bahwa Mordu sebenarnya adalah salah satu putra dari kerajaan tersebut yang berubah karena mantra yang sama seperti yang diberikan Merida ke Elinor, ibunya. Merida pun mengerti bagaimana cara mengembalikan mantra tersebut. Dia harus kembali ke istana untuk memperbaiki permadani yang telah dirusaknya sebelum ia lari ke hutan.

Di kastil, klan-klan yang ada sedang berada di ambang perang. Tapi Merida berhasil menyela pertempuran mereka dan menyatakan bahwa anak-anak harus diperbolehkan untuk menikah dalam waktu yang mereka inginkan dan dengan siapa saja yang mereka pilih. Klan-klan itu pun setuju, mereka pun memperkuat persahabtan mereka dengan melanggar tradisi yang ada. Merida kemudian menyelinap ke ruang tempat penyimpanan permadani bersama dengan Elinor. Sayangnya, tiba-tiba saja Elinor kehilangan kontrol diri. Dia bertingkat seperti seekor beruang. Keberadaan Elinor dengan wujud beruang itu disadari oleh Fergu. Ferdu mengira bahwa beruang itu adalah Mor'du. Fergu pun menyerang beruang itu. Elinor yang kehilangan penguasaan dirinya menyerang Forgu dan melukai Merida. Ketika dia sadar, dia memilih menjauh dari mereka. Elinor lari ke hutan.

Sementara itu, Merida berusaha keras meyakinkan ayahnya bahwa beruang itu bukan Mor'du, tapi istrinya. Tapi Fergu tak percaya, dia menganggap Merida mulai kehilangan akalnya. Sehingga Fergu harus mengurungnya di dalam ruangan itu sebelum dia kembali mengejar beruang itu. Dalam ruangan itu, Merida berusaha keras untuk bisa keluar. Sayangnya, dia tak berhasil. Di tengah keputus-asaannya, dia mengetahui bahwa 3 adik laki-lakinya pun kini berubah menjadi 3 ekor anak beruang. Merida pun meminta mereka untuk mengambilkan kunci di salah satu pelayan istana.

Setelah berhasil keluar, Merida berusaha mengejar ayahnya sambil memperbaiki permadani yang telah dia robek sebelumnya. Sementara itu Elinor sedang berusaha keras melepaskan diri dari klan-klan yang tengah mengejarnya. Sayangnya, Elinor tak berhasil lolos. Fergu berhasil menangkapnya. Fergu yang geram karna istrinya telah dibunuh berusaha membunuh beruang itu. Untungnya, Merida berhasil menggagalkannya. Merida pun harus bertarung dengan ayahnya hingga ayahnya sadar bahwa beruang itu adalah Elinor.

Belum sepenuhnya mengerti dengan kondisi tersebut, Mor'du pun datang. Dia berusaha menyerang klan-klan itu. Elinor yang melihat putrinya akan dibunuh berusaha menyeranh kembali Mor'du. Pertempuran itu pun terjadi. AKhirnya, Mor'du berhasil dibunuh. Seketika itu muncullah sosok pangeran yang selama ini menjelma dalam bentuk beruang hitam.

Ketika matahari terbit yang kedua, Merida berusaha mengubah kembali ibunya. Ratu dan ketiga pangeran kecil itu pun berubah menjadi manusia kembali. Setelah kejadian itu, Merida dan ibunya bisa semakin mengerti satu sama lain.

Kontroversi Fashion Hijab

Sebenernya hasrat pengen nulis ini itu karna merasa abis disenggol sama artikel dari blog sebelah. Buat yang pengen baca, silahkan klik di sini

Sebagian besar dari apa yang dia tulis, aku setuju banget. Dan mungkin gak cuma aku aja kali yaa...

Sudah jadi kodratnya kalo yang namanya wanita itu ya pengen keliatan cantik. Itu sudah pasti. Sudah gawan bayinya. Bahkan cewek yang tomboy sekalipun. Pada akhirnya mereka pun pasti kepingin juga tampil cantik, dengan caranya sendiri tentunya. Mmmm... Bisa dibilang, ketika wanita beranjak dewasa maka keinginannya buat peduli dengan penampilan itu akan semakin tinggi. Tentunya ini disesuaikan dengan selera masing-masing yaa. Dan standart masing-masing orang pasti juga beda-beda. Miss Cuek, mungkin akan berdandan sesimpel mungkin, karna mungkiin menurutnya itu dandanan yang paling "gue banget". Tapi jangan dibandingin sama Princess Perfect yang sering dandan ala boneka Barbie karna itu pasti salah satunya bakal kebanting (tinggal liat dari kacamata mana liatnya). Gak terkecuali cewek-cewek muslim tentunya.

Mulai dari model baju, sepatu, aksesoris, tas, rambut, hijab, make up, dan bla bla bla terus-terusan diupdate biar keliatan gaul dan cantik. Tapi mungkin fashion yang berkembang di Indonesia beberapa tahun sebelum (bahkan sekarang pun masih) banyak menampilkan baju-baju yang minim kain atau yang lebih familiar dengan sebutan sexy, akhirnya banyak wanita muslim yang pikir-pikir ulang buat pake hijab. Kalo pake hijab panas, keliatan kuno, gak gaul, dan macam-macam opini lain. Akhirnya, beberapa tahun terakhir (tahun launchingnya aku gak ngeh, hehhe) mulai muncul yang namanya fashion hijab. Kalo muncul aja sih, sebenernya dari dulu juga udah ada. Tapi makin santer sejak ada designer-designer fashion muslim. Ya mereka ini yang sekaligus bawa aneka macem model hijab. Sebenernya ada bagusnya sih, karna sebenernya image awal yang pengen mereka tanamkan itu ini.
"Jangan takut keliatan kuno atau kampungan dengan berhijab. Karena sekarang dengan berhijab pun wanita bisa keliatan modis, cantik, dan tentunya tetep syar'i."
Dari fashion show, ke berkembangnya butik-butik baju muslimah, trus hijab tutorial dari pelosok negeri yang ditampilkan melalui berbagai media. Alhasil, ya jangan heran juga kalo makin banyak cewek-cewek yang mulai pake jilbab. Gak cuma banyak, tapi banget. Kenaikannya bisa dibilang drastis banget. Sebagai muslimah, aku pribadi seneng. Alhamdulillah kalo akhirnya banyak yang mau pake hijab.
Iseng iseng search gambar "hijab" di google dan munculnya yang kayak begini

Fashion hijab, awalnya memang nampak sebagai solusi baru yang mengatasi susahnya ngajak orang buat berhijab. Tapi lambat laun sepertinya mulai melebihi porsinya. Kreatifitas pun harus dibatasi oleh norma-norma agama, kan? Pemakaiannya mulai banyak yang keliru. Konsep hijab modis nan syar'i pun jadi makin salah kaprah. Kalo dulu masalahnya kayak gini
"Pake hijab kok bajunya ketat banget? | Pake hijab kok hijabnya gak nutup dada? | Pake hijab kok auratnya masih ada yang keliatan? | bla bla bla ..."
Sekarang malah nambah lagi..
"Kok ada punuk untanya?"
Jadinya malah kayak pegadaian, mengatasi masalah dengan masalah (catatan: Seharusnya mengatasi masalah tanpa masalah, tapi yang namanya gadaiin barang pastinya bakal munculin masalah baru lah. Kan hutang dengan jaminan barang berharga, itu kan masalah, ya kan?).

Harusnya kan gak gitu. Solusi konkrit itu sebenernya satu, kesadaran buat mau sami'na wa ato'na ke perintah-perintah Allah yang udah jelas ada di Al Quran. Tentang bagaimana seharusnya berhijab. Kan perintahnya jelas, untuk muslimah, hijabnya terulur menutup dada, tidak membentuk punuk unta. Jelas banget kan? Tapi tetep aja minta kortingan ke Allah. "Ya Allah, kalo lengannya 7/8 gpp kan ya? kan kebukanya dikit doang." "Ya Allah, kalo rambutnya diganjal dikit gpp kan yaa.. biar hijabnya jatuhnya bagusan dikit." "Ya Allah, kalo pake make up tebelan dikit gpp kan ya? Kan sekali-kali doang." Astaghfirullah..

Ngaku deh, aku juga kadang masih jadi salah satu di antaranya kok. Hehehehehe...

Jadi inget sama salah satu postingan di fb beberapa bulan yang lalu. Di situ temenku nge-share fotonya biarawati yang pake hijab (sebut aja gitu, aku gak tau mereka nyebutnya apa). Trus di bawah foto itu ada salah satu ayat yang nyebutin tentang kemiripan dengan suatu kaum tertentu. Dulu, pas aku baca postingan itu ati langsung deg!. Sekarang kalo dipikir-pikir lagi, bukannya mereka yang niru kaum muslim? Sekalipun mereka kaum nasrani, tapi pakaian yang dipakai justru seperti yang ada di Al Quran. Gak ketat, gak ada punuk untanya, gak pake make up tebel, nutup dada juga. Kebetulan yang ngepost temenku yang masih belum berhijab. Dia nambahin komentar di foto yang dia share itu yang kurang lebih bilang kalo dia beruntung bukan jadi sebagian dari mereka. Lucu kan? Kalo yang pake jilbab aja masih dibilang mirip orang kafir, nah yang gak pake gimana dong? Gak perlu dijawab kali yaa.. Kan udah pada ngerti, ya kan?

Yah, itulah tentang sekelumit kontroversi yang ada. Satu sisi baik, tapi satu sisi juga mengkhawatirkan. Kalau yang agama lain aja bisa nulis sepanjang itu di blognya, kan kesannya gimana gitu. Yuk, mari berbenah. Gak perlu nurut apa kata trend, tapi nurut apa kata Al Quran yang udah pasti bener.

***

Nb: 
Tulisan ini bukan untuk menghakimi, sok benar, atau apapun. Karna penulis pun juga masih jauh dari kata sempurna. Di sini aku cuma ngajak buat intropeksi diri, kemudian sama-sama berbenah. Saling mengingatkan juga sih. Karna gimana pun juga liat salahnya orang lebih gampang dari pada liat salahnya sendiri. Buat yang mau kritik ato kasih saran, silahkan komen di bawah. Komen Anda berarti untuk perbaikan di masa yang akan datang :)


Hidup dalam Goa

Hidup dalam Goa
Jika Anda sekarang membayangkan saat ini aku lagi benar-benar berusaha buat survive di goa yang gelap, sempit, dan lembab. U're wrong guys. Aku masih bisa menikmati oksigen di alam dengan bebas. Aku masih bisa melihat mentari yang mulai meninggi di bangun pagi keduaku. Dan tentunya aku masih bisa melihat mentari yang mulai tergeser di tengah-tengah kesibukanku. Secara nyata memang aku tidak benar-benar tinggal di goa. Tapi ketika Anda mulai berusaha menutup mata dan telinga dengan kondisi sekitar Anda, saat itulah kegelapan ada. Mengungkung Anda, dan seakan-akan Anda sedang berada di dalam goa yang gelap, dingin, sempit, dan lembab.

Ya. Aku akui saja aku sudah mulai meninggalkan rutinitas yang dari dulu aku geluti. Organisasi. Bahkan sesuatu yang dari dulu sangat amat aku utamakan aku sudah tak peduli lagi. Beberapa dari adik tingkatku masih menghubungiku. Tepatnya MENGUNDANG untuk bisa hadir dalam salah satu forum mereka. Mereka berharap banyak padaku. Tidak, tepatnya mereka berharap mendapat "omelan" yang biasa aku berikan. Sebenernya aku sangat amat tidak suka dengan kata-kata yang merajalela di kampus kami ketika kami beranjak menjadi "mahasiswa tua". "iki wes guduk wayahku". Aku benci mendengarnya, dan aku benci bila harus menjadi salah satu bagian darinya. Bagiku, apa salahnya sih berbuat lebih untuk mereka? Toh, dulu aku bisa begini juga karna mereka. Apa salahnya sih memperbaiki yang salah? Toh, dulu aku diselamatkan dari yang salah itu. Berdalil kesibukan yang makin padat, aku menolak semua UNDANGAN itu. Sebenarnya, aku hanya tak nyaman berdiri sendiri sebagai orang yang paling tua. Kenapa? Karna akhirnya, I'm the only one yang BENAR. PADAHAL I'm not the only one. 

Dan karna aku bukan orang yang bisa duduk diam dan melihat. Mencoba menahan diri, melihat situasi yang ada, memberikan kesempatan kepada yang muda untuk mengembangkan diri, sebelum akhirnya dibenahkan. Aku memilih lebih baik tidak hadir.

Betapa pengecutnya bukan?
Ya. Ini adalah pengakuan dosa. Aku dekat. Tapi aku menutup diri. Membatasi diri untuk tidak dekat dengan mereka.

Sampai otbond pun aku tak tau apa yang terjadi di sana. Beberapa dari mereka yang hadir marah-marah. Panitia? Galau bukan makin. Ada apa? Aku dekat dengan mereka, sangat dekat. Tapi kondisi mereka pun aku tak tau. Benar-benar seperti terkungkung dalam gua bukan?

Bukan hanya itu sebenarnya. Seorang pernah berkata padaku,"apa salahnya kamu tahu hal-hal yang tidak menarik untukmu. Tentang agama lain, tentang politik, tentang ekonomi, tentang negara. Apa salahnya? Kamu lo cuma tau dan mau tau tentang ormawa dan teknologi. Selain itu? Kamu bahkan gak peduli." Dan itu benar, sodara-sodara. Salah? Tentu saja salah, Itu sama saja dengan membuat pagar untuk tidak terlalu jauh dari track yang seharusnya. Padahal, apa salahnya keluar dari jalur? Gak salah. Sama sekali tidak salah. Bahkan mungkin aku bisa mendapatkan inspirasi dari sana.

Hah, kenapa aku ini? Bisa jadi aku bukan hidup di dalam gua. Karna mereka yang hidup dalam gua pun pasti akan punya usaha untuk keluar. Mungkin ini yang paling tepat. Hatiku sudah mati, mataku sudah buta, dan telingaku tak dapat mendengar. Hingga rasa peduliku mati. Yang aku tau, dan aku pedulikan hanya diriku sendiri. Orang macam apa aku ini? Bagaimana aku bisa berbuat banyak untuk negaraku bila untuk orang-orang yang paling dekat saja aku tak bisa. Miris.