Sepenggal Ingatan


Teringat apa yang terjadi 3 tahun yang lalu. Ketika aku masih duduk di bangku SMA. Mencari kampus terbaik. Searching sana sini. Konsultasi dengan orang tua. Mereka hanya bilang..
"Ya. Terserah Mbak Lelly. Mbak Lelly suka yang mana. Ibu sama ayah gak tau. Yang berjuang kan Mbak Lelly."
Dan setahun kemudian, ketika aku sudah masuk di PENS. Aku baru tahu bahwa selama ini kata-kata itu hanya pemanis saja. Sebenarnya mereka tidak memberi luang yang benar-benar bebas. Mereka memberi kesempatan padaku untuk mencoba. Tapi untuk restu? Nanti dulu. Jarak yang jauh selalu menjadi batasan. Sempat memang terucap dari bibir ibuku.
"Ngekos itu gak enak. Sebenernya kalo bisa se kamu cari kampus yang di Malang aja. Biar gak usah kost."
Dari sana sudah cukup jelas, kan?

Sebuah tekad yang amat bulat. Sebuah keinginan yang amat kuat mendorongku untuk bisa keluar dari kampung halamanku, Malang. Alasannya simpel, supaya jauh dari orang tua dan aku bisa merasakan hidup merantau di kota orang.

Perjuangan yang keras. Dan jujur saja, putus asa itu hampir menampakkan wujudnya. Saat aku benar-benar pasrah. Akhirnya panggilan itu datang. Dan Alhamdulillah aku diterima di PENS-ITS (dulu masih ada embel-embel ITSnya).

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan aku lalui..
Tak terasa sudah 2,5 tahun aku di Surabaya. Syukur itu selalu ada. Bukan hanya karna keinginan abal-abal yang dulu aku kejar terjadi. Tapi juga karna banyak pembelajaran yang selalu dapat aku ambil dari setiap jejak aku melangkah. Di sini aku belajar untuk hidup. Di sini aku belajar untuk bisa survive. Di sini aku belajar untuk menjadi lebih dewasa. Di sini aku belajar untuk bisa mensyukuri tiap anugrah yang Tuhan berikan. Di sini aku belajar apa itu 'keluarga'. Di sini aku mulai merajut mimpi kembali yang dulu telah terburai.

Penggodokan yang telah aku jalani di kota ini membuat orang tuaku percaya. Dan tidak hanya itu saja. Dukungan penuh, bahkan lebih mirip perintah, agar adikku yang sekarang duduk di bangku 3 SMA mengikuti jejakku. Merantau ke luar kota.

Sedikit iri terbesit dalam benakku. Kenapa dulu aku tidak demikian? Dulu kami sama-sama bermuka dua, aku menuruti kata mereka walau sebenarnya aku tak begitu tertarik, begitu pula dengan mereka yang mengiyakan mauku dengan restu yang setengah-setengah.

Aku adalah anak pertama. Selalu jadi yang terdepan. Selalu menjadi contoh. (ini yang paling tidak enak) Selalu jadi bahan percobaan.
Kini setelah percobaan berulang pada kelinci percobaan ini, kami masing-masing sama-sama sadar. Bahwa untuk menempuh keberhasilan itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Niat yang kuat dari pelaku
2. Restu dari orang tua (jangan harap bisa lancar bila restu itu mulai goyah. Aku sudah banyak melihat dan merasakannya)
3. Usaha semaksimal mungkin
4. Do'a pada Sang Maha Pengatur
5. Ikhlas  

***

Apakah kamu juga merasakan hal yang sama? Apakah orang tuamu mengiyakan semuanya?
Hanya saran, sebaiknya konfirmasikan dengan baik apakah orang tuamu benar-benar ridho dengan keinginanmu? Ingat, kalo orang tua gak ridho, Allah juga gak ridho lo.
Previous
Next Post »
0 Komentar