GALAU

Entah apa yang menggiring jari-jari dan pikiran ini untuk membicarakan satu kata yang mungkin sedikit tidak enak didengar tapi cukup booming di sekitar kita, 'GALAU'.

Galau.. galau..galau..
Sepertinya kalau gak galau gak gaul deh. Kadang galaunya juga sedikit gak jelas. Gini dikit galau, gitu dikit galau. Apa-apa galau. Saking banyaknya, sampai muncul artikel yang menyarankan untuk Stop Galau!

Ada galau, ada ababil. Bukan bermaksud untuk melenceng dari topik awal. Tapi aku rasa ini cukup berhubungan. Karna galau (menurutku) adalah salah satu ciri ababil. Semakin sering galau, semakin ... (cukup dijawab sendiri saja).

Tapi tapi tapi..
terkadang kita perlu juga lo sama yang namanya galau. Cukup disadari aja, ketika kita galau otak kita jadi kita pakai untuk mikir. Dari situlah sebuah proses berlangsung.  Dari ingin tau, keinginan untuk berubah, evaluasi diri, atau hal-hal remeh temeh yang lain.

Bersyukurlah karna kamu bisa galau. Karna dengan begitu kamu menyadari adanya masalah yang ada di dirimu atau sekitarmu. Setidaknya dengan begitu yang namanya 'peduli' juga muncul. Ya kan?

Kalau semua kegalauan yang kita alami bisa dimanage, kita bisa jadi orang yang lebih sip dari sekarang dari hasil bergalau ria tadi. Maksudnya dimanage itu... kita bisa bebas bergalau tapi jangan sampai sepanjang hayat dikandung badan kita habiskan untuk galau. Ada saatnya kita galau dan ada saatnya juga kita berhenti untuk galau dan mulai berpikir yang solutif. Penyelesaian dari kegalauan kita itu apa? Kebanyakan kita banyak galau, kita banyak tau ada masalah apa aja, tapi gak ngerti gimana nyeleseinnya. Rempong kan? Jadinya ya gitu, makin ababil. But, it's okay. Itu adalah proses. Gak semua bisa langsung bisa. Perlu pembiasan untuk menjadi bisa.
Previous
Next Post »
0 Komentar