Namanya Hati. Dia tinggal dirumah hati, di suatu tempat yang jauh dilubuk hati yang paling dalam. Dia baik, tapi jangan sakiti dia karena dia akan berubah menjadi rubah berekor 9.
Ada suatu kisah dari hidupnya yang membuatnya menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Suatu kali datanglah seorang pangeran berkuda putih yang mampir ke gubuknya. Pangeran itu sunggu tampan, berwibawa, dan cukup cerdas. Pangeran itu sering mengajarinya banyak hal dari depan pintunya. Hingga akhirnya Hati mau membukakan pintu lebih lebar lagi untuknya. Agar dia bisa menerima ilmu lebih banyak lagi. Dan ssttt... untuk bisa menghabiskan waktu dengan pangeran.
Kedekatannya dengan pangeran itu tanpa Hati sadari, membuatnya memberikan sesuatu yang lebih pada pangeran itu. Lagi, lagi, dan lagi. Sayangnya, pangeran itu tak pernah menyadarinya. Atau pura-pura tak sadar dengan pemberian Hati itu. Sampai suatu kali pangeran itu berkata pada Hati.
"Aku akan pergi. Aku tak bisa menjanjikan kita akan bertemu lagi. Tapi bila waktu itu tiba dan jodoh mempertemukan kita. Mungkin kita akan bertemu lagi."
Entah apa yang ada dipikiran Hati saat itu, tapi dia begitu yakin bahwa pangeran itu tidak akan mungkin kembali. Dan yang lebih mencengangkan lagi.
"Aku tak berharap kau kembali dan aku yakin kau tak akan kembali. Karena itu aku tak akan membukakan pintu untukmu yang kedua kalinya."
Selepas kepergian pangeran itu..
Sehari,"everything it's okey."
Dua hari, "aku bisa melaluinya."
Seminggu,"kapan dia akan kembali?"
Sebulan,"aku bisa gila bila seperti ini terus."
Itulah yang Hati rasakan. Semakin lama dia semakin merasakan bahwa ada yang hilang dari rumahnya. Bukan karena Pangeran itu mencurinya. Tapi dengan ikhlas Hati berikan pada pangeran itu.
Dan setelah beberapa waktu berlalu, setelah kegalauan yang begitu dalam dia rasakan, dia berkata pada dirinya sendiri.
"Sudah waktunya aku bangkit, bukan untuk mengingat-ingat apa yang sudah aku berikan dan aku dapatkan dengannya dulu. Bukan pula untuk melihat sebongkah memori yang kami rajut dulu. Biarlah memori itu diam di sana. Di suatu sudut yang sulit aku jangkau lagi. Kini, aku akan menata diri, menanam lagi apa yang telah aku berikan pada pangeran dulu untuk seseorang yang lebih layak menerimanya."
Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu berlalu. Tak terasa sudah hampir setahun setelah kepergian pangeran itu. Dan sampailah pada suatu waktu..
Tok! Tok! Tok!
Ada orang di luar rumahnya yang sedang mengetuk pintu.
"Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.
Esoknya...
Tok! Tok! Tok!
Pintu itu kembali diketuk. Diintipnya dari balik jendela.
"Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.
Keesokan harinya..
Tok! Tok! Tok!
Pintu itu kembali diketuk. Diintipnya dari balik jendela lagi.
"Rupanya dia datang lagi. Tak perlu dijawab. Bila dia benar-benar ingin bertemu pasti dia akan datang lagi," batinnya.
Hal yang sama berulang terus, terus, dan terus dalam satu minggu. Sampai akhirnya pada minggu berikutnya. Dia tak datang.
"Apa ku duga. Dia tak benar-benar ingin bertemu denganku."
Ternyata Hati salah, beberapa hari kemudian pengetuk pintu itu datang lagi. Dan kini, Hati berdiri dibalik pintu
"Siapa?" untuk yang pertama kalinya dia bertanya pada pengetuk pintu itu.
"Aku teman lamamu," jawabnya.
"Ada perlu apa kau datang kemari?"
"Aku ingin berkunjung ke rumahmu. Atau hanya ingin tau bagaimana kabarmu. Kau baik-baik saja, kah?" tanyanya dari balik pintu.
"Aku baik-baik saja. Maaf, aku tak bisa membukakanmu pintu. Aku sedang sibuk. Datanglah lain waktu."
Begitu seterusnya, tiap kali pengetuk pintu itu datang. Hati tak pernah membukakan pintunya. Dan selalu mencari-cari alasan. Tapi pengetuk pintu itu terus datang. Bukan lagi setiap hari. Tapi tiap minggu.
Tanpa Hati sadari, Hati mulai menantikannya..
Sayangnya, kali ini pengetuk pintu itu tak lagi muncul. Sampai akhirnya Hati..
"Kenapa aku harus menantinya? Sudahlah. Sepertinya dia hanya main-main saja."
Baru saja hati berpikir demkian. Keesokan harinya pengetuk pintu itu datang kembali. Kali ini, entah apa yang terjadi, Hati benar-benar kehilangan kendali dengan dirinya. Dan tanpa disadarinya, dia membukakan pintu! Ya, setelah sekian lama akhirnya pintu itu terbuka. Untuk Sang Pengetuk Pintu yang tak pernah lelah untuk datang, pikinya. Tapi waktu yang begitu lama baginya untuk membukakan pintu membuat pengetuk pintu itu pergi. Dan ketika pintu itu terbuka. Hati tak mendapatinya di depan pintu lagi. Ditutupnya kembali pintu itu.
Dan semua berulang terus menerus. Ketika Hati menantikannya, pengetuk pintu itu tak datang. Tapi ketika berhenti lagi untuk menanti pengetuk pintu itu datang dan menggiringnya untuk membukakan pintu. Dan seperti yang sebelumnya. Dia tak ada di depan pintu ketika pintu itu terbuka.
"Apa kabar Hati? Aku datang lagi."
"Baik."
dan percakapan singkat itu pun terjadi. Bukan di dalam rumah. Bukan di luar rumah. Tapi di balik pintu. Kali ini, tanpa Hati sadari, keinginannya untuk membukakan pintu itu hilang.
Entah sampai kapan, Hati tak tau. Apakah pengetuk pintu itu akan datang lagi? Hati juga tak tau.
"Biarlah semua mengalir begitu saja.."