Gadis Cilik

Tegal Mulyorejo Baru, atau biasa yang dikenal dengan TMB. Di sinilah aku tinggal selama kurang lebih 2,5 tahun. Dalam perantauan untuk menuntut ilmu. Sebuah kampung kecil yang cukup panjang, dengan menjajarkan rumah dengan nomer 1 sampai hampir 200 (jumlah pastinya aku lupa).

Langsung saja kita tembak salah sudut kampung kecil ini. Di sekitar rumah nomer 49 - 81. Inilah jalan yang tiap hari aku lalui untuk pulang pergi ke kampus. Melewati Panti Asuhan yang sedang dalam pembangunan. Toko-toko kecil. Dan Masjid Ahmad Yani yang juga sedang dalam pembangunan.

Bila melewati jalan ini, kalian tidak akan asing dengan anak-anak kecil yang bermain-main di sana. Mulai dari sepak bola, layang-layang, kelereng, bersepeda, dan masih banyak lagi. Setiap aku melewati mereka, kebanyakan dari mereka tidak peduli siapa yang lewat. Sama seperti ketidakpedulian mereka dengan bagaimana lusuhnya mereka yang bau matahari itu. Aku mungkin juga akan begitu bila jadi mereka. Tidak semua. Ya. Tidak semua. Satu dua ada yang mengganggu. Dan ada yang selalu menyapa dengan riang.

Dari banyak anak kecil yang ada di sana. Ada seorang gadis kecil yang menjadi perhatianku beberapa hari ini. Kami jarang bertemu. Kalau pun iya, itu karena aku pulang kuliah lebih cepat dan dia sedang bermain bersama teman-temannya. Kami juga tidak saling mengenal satu sama lain. Tapi satu hal yang membuatku memperhatikannya. Dia selalu menyapaku ketika aku lewat di depannya.

"Mbak...," sapanya sambil tersenyum memamerkan gigi-giginya "gigis".

Awalnya aku selalu terkejut dengan sapaannya. Yaaa... karna tidak biasa. Sangat amat jarang sekali ada anak kecil yang mau menyapa orang yang lewat di sekitarnya. 

Dan tadi siang, percakapan kecil itu terjadi untuk pertama kalinya..
"Mbaaak..", sapanya.
"Daleem," jawabku sambil membalas senyumnya.
"Dari mana, mbak?"
"Dari kampus."
"Itu beli di mana, mbak?"
"Hah? Apa, dek?"
"Itu lo mbak (sambil menunjuk giginya). Itu apa?"
"Oh, ini bracket dek."

Batinku tertawa dengan pertanyaannya. Bagi kita, mungkin ini bukan hal yang aneh lagi karena sudah banyak orang yang memakainya. Tapi bagi anak-anak kecil itu, ini mungkin sesuatu yang aneh. Bukan hanya gadis kecil itu, beberapa anak kecil di rumahku pun juga begitu. Ketika aku tersenyum, atau sekedar mengajak mereka ngobrol, pada akhirnya perhatian mereka tertuju pada bracket yang terpasang indah di gigiku. "Memagari" gigi-gigiku dengan karet warna warninya. Kalau yang balita reaksinya akan sama dengan gadis kecil tadi. Tapi kalau masih bayi, pasti langsung mengerutkan dahinya, dan tangannya mulai beraksi mengubek-ubek bibirku agar mau terbuka. 
Previous
Next Post »
0 Komentar